Waktu-Waktu Sholat
Sebelum mengupas lebih jauh mengenai waktu – waktu shalat, kita perlu memahami mengenai beberapa istilah penting berikut :
Syarat Sah Shalat Artinya adalah bahwa suatu shalat sah dan tidaknya tergantung dari keberadaan/berkumpulnya syarat – syarat sahnya kecuali jika ada udzur/keringanan yang diperbolehkan dalam syariat. Jika hilang satu diantara syarat – syarat sah shalat maka shalatnya tidak sah. Syarat sah shalat bukan bagian dari shalat namun harus ada sebelum shalat dikerjakan. Contoh : suci dari hadats. Sebelum shalat seseorang harus suci dari hadatsnamun suci dari hadats bukan bagian dari ibadah shalat.
Rukun Shalat Artinya bagian dari shalat yang jika hilang maka shalatnya tidak sah. Rukun shalat tidak boleh ditinggalkan baik sengaja maupun tidak sengaja Contoh : ruku’.
Wajib Shalat Artinya bagian dari shalat yang jika ditinggalkan dengan sengaja maka shalatnya tidak sah; namun jika tidak sengaja-seperti lupa-maka bisa diganti dengan sujud sahwi. Contoh : duduk tasyahhud awal.
Perbedaan antara syarat dengan rukun[1]
- Syarat shalat harus ada sebelum shalat dimulai sedangkan rukun tidak.
- Syarat shalat harus terus ada sampai akhir shalat, adapun rukun maka berpindah dari satu rukun ke rukun yang lain.
- Rukun shalat merupakan bagian dari shalat adapun syarat bukan bagian dari penyusunnya.
Perbedaan dan persamaan antara rukun dan kewajiban shalat Rukun tidak boleh ditinggalkan baik sengaja maupun tidak sehingga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi; adapun kewajiban, kalau ditinggalkan sengaja maka shalatnya tidak sah. Kalau tidak sengaja, shalatnya sah namun harus mengganti dengan sujud sahwi. Sunnah Shalat Bagian dari shalat yang jika ditinggalkan tidak membatalkan shalat, namun jika dikerjakan akan berpahalainsyaallah. Contoh : membaca surat/ayat setelah Al Fatihah pada dua raka’at pertama dari shalat fardhu. Namun tidak sepantasnya bagi kita untuk meninggalkan sunnah shalat apalagi sering/terbiasa dalam meninggalkannya.Syarat – syarat sah shalat Secara umum, syarat – syarat sah shalat ialah : masuknya waktu, menutup aurat, suci dari hadats, suci dari najis, menghadap ke arah kiblat dan niat. Masuknya Waktu Shalat Tidak sah shalat dikerjakan sebelum waktunya maupun setelah keluar waktunya. Banyak sekali dalil dalam masalah ini diantaranya :
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat diwajibkan atas kaum mukminin pada waktu yang telah ditentukan.” (An Nisa 103 ) Adapun perincian waktu shalat fardhu, telah diisyaratkan[2] oleh Allah ‘azza wa jalla dalam beberapa ayat seperti : QS. Al Isra’ 78, Hud 114, dan Ar Ruum 17 – 18. Adapun dari hadits nabawi juga datang banyak hadits yang menjelaskan secara rinci waktu shalat fardhu diantaranya hadits Ibnu ‘Amr ibnil ‘Ash[3] radhiyallahu ‘anhuma dan hadits shahih yang mengisahkan Jibril ’alaihis salam memberi tahu Nabi shalllallahu ‘alaihi wa sallam tentang batas awal dan akhir dari waktu shalat[4]. Perincian waktu – waktu shalat fardhu berdasarkan berbagai hadits yang ada ialah :
Shalat |
Awal waktu
|
Akhir waktu
|
Subuh | terbitnya fajar shadiq | terbitnya matahari |
Zhuhr | tergelincirnya matahari | bayangan = panjang benda |
‘Ashr | bayangan = panjang benda | Waktu ikhtiyari : bayangan = 2x panjang benda / matahari menguning Waktu idhthirori : tenggelamnya matahari |
Maghrib | tenggelamnya matahari | hilangnya syafaq/mega merah di ufuk barat |
‘Isya | hilangnya syafaq | pertengahan malam |
Dari tabel di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa : v waktu shalat Subuh terpisah dengan waktu shalat shalat lain baik di awal maupun akhirnya v waktu shalat Zhuhr – ‘Ashr – Maghrib – dan ‘Isya saling berhubungan dalam arti jika waktu Zhuhr berakhir otomatis mulai masuk waktu ‘Ashr, jika waktu ‘Ashr habis masuk waktu Maghrib dan jika waktu Maghrib berakhir masuk waktu ‘Isya v waktu antara terbitnya matahari – tergelincirya matahari dan antara pertengahan malam – terbitnya fajar shadiq bukan waktu untuk menunaikan 5 shalat fardhu kecuali bagi yang memiliki udzur/alasan syar’i. v waktu tergelincirnya matahari bisa dihitung dengan membagi dua waktu antara terbit dan tenggelamnya matahari. Adapun pertengahan malam bisa diketahui dengan membagi dua antara tenggelamnya matahari dan terbitnya fajar shadiq[5]. v berakhirnya waktu Zhuhr ketika panjang bayangan = panjang benda. Hanya saja, banyak ulama menambahkan apa yang diistilahkan dengan faiuz zawalyaitu sisa panjang bayangan ketika matahari tepat di atas kepala. v Akhir waktu shalat ‘Ashr ada dua macam : ikhtiyari/asal dan idhthirori/darurat. Yang dimaksud dengan waktu darurat yaitu waktu bagi mereka yang sebelumnya memiliki udzur seperti wanita haidh yang suci ketika itu, seorang kafir yang masuk Islam, anak kecil yang baru baligh, orang gila yang baru sembuh, orang tidur yang baru bangun dan orang sakit yang baru sembuh, dan semisalnya[6]. v Adapun waktu ikhtiyari/asal berakhir pada waktu panjang bayangan 2x panjang benda atau sebelum matahari menguning[7].
- Beberapa perbedaaan ciri penampakan fajar shadiq dan kadzib
Fajar Kadzib
|
Fajar Shadiq
|
Memanjang vertikal ( timur ke barat ) Setelahnya gelap lagi Terpisah dengan ufuk | Menyebar horizontal ( utara – selatan ) Setelahnya semakin terang Bersambung dengan ufuk (tidak ada kegelapan yang memisahkannya dengan ufuk) |
Waktu Utama Pada asalnya sebaik – baik waktu shalat adalah di awal waktu berdasarkan dua hal : a) keumuman dalil terkait anjuran untuk berlomba dan bersegera dalam kebaikan. Di sisi lain, shalat di awal waktu lebih melegakan seorang hamba terkait kewajiban yang Allah syariatkan atasnya. b) Beberapa dalil khusus yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegakkan shalat di awal waktu seperti hadits bahwa beliau menegakkan shalat Subuh ketika terbit fajar dan manusia tidak saling mengenal satu sama lain [dikarenakan keadaan yang masih gelap] (HR. Muslim)[8] Dikecualikan dari hukum asal ini beberapa perkara diantaranya :
- Shalat ‘Isya dianjurkan untuk mengakhirkannya sampai 1/3 malam atau sebelum tengah malam jika memang tidak memberatkan berdasarkan beberapa dalil diantaranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (artinya) : “ Inilah waktunya seandainya tidak memberatkan atas umatku.” Beliau mengucapkan demikian ketika berlalu cukup banyak waktu malam (HR.Muslim).
- Shalat Zhuhr ketika panas matahari sangat menyengat sehingga bisa mengurangi kekhusyu’an. Dalilnya ialah hadits (artinya) : “ Jika cuaca panas sangat menyengat maka lakukanlah shalat Zhuhr di waktu yang cukup dingin[9]…..” (HR. al Bukhari dan Muslim)
Waktu yang dilarang melakukan shalat[10] Secara terperinci ada 5 waktu yang kita dilarang melakukan shalat pada waktu tersebut yaitu : i) Setelah shalat Subuh sampai matahari terbit ii) Setelah matahari terbit sampai naik sepenggalah (kira – kira 10 – 15 menit setelah matahari terbit) iii) Ketika matahari tepat di atas kepala iv) Setelah shalat ‘Ashr sampai matahari menguning v) Setelah matahari menguning sampai tenggelam (kira – kira 10 – 15 menit sebelum matahari tenggelam)
- Shalat apa yang kita dilarang melakukannya pada waktu – waktu ini ? Pendapat yang kuat bahwa larangan tersebut berlaku untuk shalat sunnah mutlak. Wallahu a’lam.
Beberapa faedah terkait waktu shalat: ü Tidak boleh bagi seseorang melakukan shalat sebelum memiliki dugaan kuat atau meyakini bahwa waktu shalat sudah tiba. Sebaliknya, seorang yang masih ragu – ragu atau yakin waktu shalat belum tiba tidak boleh baginya untuk melakukan shalat. ü Bagaimana hukum seorang yang shalat sebelum waktunya dengan sengaja ? Jawab : shalatnya tidak sah, dia berdosa dan wajib mengulang shalat pada waktunya. ü Bagaimana kalau tidak sengaja ? Jawab : Shalatnya tidak sah namun dia tidak berdosa dan wajib mengulang shalatnya pada waktunya. ü Bagaimana kalau dikerjakan setelah waktu berakhir dengan sengaja? Jawab : shalatnya tidak sah dan dia berdosa dan wajib bertaubat. Dalam keadaan ini tidak bisa dan tidak perlu mengganti apa yang telah dia lewatkan dengan sengaja. ü Bagaimana kalau tidak sengaja/ada udzur seperti tertidur ? Jawab : Shalatnya sah. Dalilnya hadits Barangsiapa tertidur atau terlupa dari suatu sholat, maka hendaklah sholat ketika ingat” (HR. al Bukhari dan Muslim)[11]ü Waktu minimal seseorang teranggap mendapatkan shalat adalah dengan mendapatkan satu raka’at berdasarkan hadits (artinya) : “ Barangsiapa mendapatkan satu raka’at dari shalat Subuh sebelum matahari terbit maka dia telah mendapatkan Subuh dan barangsiapa mendapatkan satu raka’at dari shalat ‘Ashr sebelum matahari tenggelam maka dia telah mendapatkan ‘Ashr” (HR.al-Bukhari dan Muslim) Syaikhul Islam dan beberapa ulama lain berpendapat bahwa hadits ini berlaku pada segala keadaan seorang teranggap mendapatkan shalat atau waktu shalat. Diantara contoh penerapan dari hadits ini : seorang wanita yang suci sebelum Maghrib dan jarak antara waktu sucinya dengan tenggelamnya matahari tidak cukup untuk melakukan 1 raka’at shalat ‘Ashr maka dia tidak perlu melakukan shalat ‘Ashr; demikian pula keadaan sebaliknya. ü Masuknya waktu Shalat merupakan syarat sah shalat yang terpenting dan paling utama untuk diperhatikan. Hal ini bisa dipraktekkan pada beberapa contoh keadaan berikut :
- Seorang di atas kendaraan dan tidak mungkin menghadap ke kiblat untuk menunaikan shalat Subuh. Jika menunnggu tiba di tempat tujuan habis waktu shalat. Dalam keadaan ini, dia shalat semampunya di atas kendaraan asalkan belum habis waktu shalat walaupun tidak menghadap ke arah kiblat.
- Seorang tidak memiliki air untuk berwudhu dan diperkirakan air akan ada/datang ketika waktu shalat sudah habis. Dalam keadaan ini, dia tetap shalat pada waktunya dan bersuci semampunya (dengan tayammum kalau memungkinkan atau jika tayammum tidak memungkinkan dia tergolong faqid thahurain)
Wallahu a’lam bish shawab.
[1] Asy-Syarhul Mumti’
[2] Adhwaa-ul Bayan
[3] HR. Muslim dan lainnya. Datang pula dari hadits Abu Musa dan Buraidahradhiyallallahu ‘anhuma di Shahih Muslim ( no. 610 – 614 )
[4] Secara umum Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat Abu Mas’udradhiyallallahu ‘anhu dan secara rinci diriwayatkan oleh Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan lainnya dari shahabat Jabir in ‘Abdillah radhiyallallahu ‘anhuma
[5] Asy Syarhul Mumti’
[6] Adhwaa-ul Bayan
[7] Walaupun biasanya waktu matahari menguning sedikit lebih lambat dari waktu panjang bayangan 2x panjang benda. Maka, disini diambil yang lebih akhir. (silahkan dirujuk ke ad Darori karya asy Syaukani)
[8] Demikian pula datang berbagai hadits yang menunjukkan teladan beliau shalat di awal waktu untuk shalat Zhuhr, ‘Ashr dan Maghrib di dalam riwayatShahih Bukhari atau Shahih Muslim dan lainnya.
[9] Waktu yang cukup dingin disini maksudnya ialah mengakhirkan cukup banyak sampai mendekati masuknya waktu ‘Ashr.
[10] Berdasarkan beberapa hadits yang datang dalam masalah ini seperti hadits Abu Said al Khudry, hadits ‘Uqbah ibn ‘Amir radhiyallahu ‘anhum dan lainnya di dalam ash Shahihain.
[11] Muttafaqun ‘alaih dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu dan Imam Muslim juga meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
0 komentar
Posting Komentar