Kewajiban Khusyu’ Dalam Shalat
Khusyu’ dalam shalat merupakan perintah dari Allah. Sebagaimana firman
Allah (artinya):
“Dan
tegakkanlah karena Allah (dalam shalat kalian) dengan qaanitiin.” (Al Baqarah:
238)
Ibnu
Katsir dalam kitab tafsirnya menerangkan makna qaanitiin adalah khusyu’ dan
penuh kerendahan. (Lihat Al Mishbahul Munir)
Sehingga menjadi jelas makna ayat di atas yaitu Allah memerintahkan
untuk menegakkan shalat yang harus (wajib) diiringi dengan khusyu’.
Al Imam
Ahmad meriwayatkan hadits dari sahabat Zaid bin Arqam , beliau berkata: “Dahulu
ada seseorang yang berbicara ketika dalam shalat. Maka turunlah ayat ini (Al
Baqarah: 238). Sehingga kami diperintahkan untuk diam (yaitu khusyu’).” (H.R.
Ahmad 4/368).
Demikian pula, Allah berfiman (artinya): “Dan sesungguhnya shalat itu
amatlah berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Al Baqarah: 45)
Allah
menjelaskan bahwa ibadah shalat itu merupakan ibadah yang amat berat kecuali
bagi orang-orang yang khusyu’. Sehingga ayat diatas mengandung celaan kepada
orang-orang yang tidak khusyu’ dalam shalatnya. Atas dasar ini walaupun ayat
diatas bersifat khabar (berita) namun mengandung makna perintah wajibnya
khusyu’ dalam shalat.
Yang
menunjukkan kewajiban khusyu’ dalam shalat juga firman Allah
(artinya):”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang
khusyu’ dalam shalatnya. … Mereka itulah yang akan mewarisi jannatul firdaus,
mereka kekal di dalamnya.” (Al Mu’minun: 1,2-11).
Allah
memberitakan bahwa diantara yang berhak mewarisi (menempati) jannatul firdaus
adalah orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Sehingga tersirat dalam ayat
ini adanya kandungan perintah khusyu’ dalam shalat. (Lihat penjelasan lebih
lengkap dalam Majmu’ Fatawa 22/553)
Rasulullah juga memerintahkan untuk menjauhi
perkara-perkara yang dapat mengganggu kekhusyu’an dalam shalat. Sebagaimana
yang terdapat dalam sekian banyak hadits, diantaranya:
Ketika
Rasulullah dalam keadaan shalat, datang Abdullah bin Mas’ud dan mengucapkan
salam kepada beliau. Namun beliau tidak menjawab salam dari sabahat tersebut
walaupun menjawab salam itu wajib. Seusai shalat, beliau menjelaskan:
إِنَّ فِي الصَّلاَةِ لَشُغْلاً
“Sesungguhnya shalat itu adalah (ibadah) yang
amat menyibukkan.” (H.R. Muslim 1/381).
Dari
Abdullah bin Al Arqam berkata: “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah
bersabda:
إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يَذْهَبَ إِلَى
الْخَلاَءِ وَقَامَتِ الصَّلاَةُ فَلْيَبْدَأْ بِالْخَلاَءِ
“Jika salah seorang diantara kalian ingin
membuang hajat padahal shalat (jama’ah) telah ditegakkan, maka hendaklah ia
membuang hajatnya (terlebih dahulu).” (H.R. Abu Dawud)
Al
Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bari 2/128 berkata: “Sungguh benar
perkataan sahabat Abu Darda’: “Termasuk kefaqihan seseorang adalah
menyelesaikan hajatnya terlebih dahulu, sehingga ia menunaikan shalat dalam
keadaan hatinya kosong (bersih) dari kesibukan-kesibukan dunia dan segala macam
yang dapat menghalangi kekhusyukan.”
Insya
Allah bersambung...
Sumber:
http://buletin-alilmu.net/2006/09/19/meraih-khusyu-dalam-shalat-bagian-ke-1/
0 komentar
Posting Komentar