Sebab-Sebab Yang Dapat Mendatangkan
Khusyu’
Seseorang yang ingin meraih khusyu' hendaklah
memperhatikan dua hal, yaitu memperhatikan kesiapan shalat dan yang kedua
adalah memperhatikan beberapa hal dalam shalat. Berikut penjelasannya secara
ringkas:
1.
Memperhatikan Kesiapan Shalat
A.
Pakaian shalat.
Hendaknya bagi orang yang shalat mengenakan
pakain yang tidak mengganggu kekhusyu’an. Ummul mu’minin Aisyah berkata:
أَنَّ النَِّبيَّ صَلَّى في خَمِيْصِهِ لَهَا
أَعْلاَمٌ فَنَظََرَ إِلىَ أَعْلاَمِهَا نَظْرَةً فَلَمَّا انْصَرَفَ قاَلَ:
اِذْهَبُوا بِخَمِيْصَتِي هَذَهِ إِلَى أَبِى جَهْمٍ وَائْتُونِي
بِأَنْبُجَانِيَّةِ أَبِي جَهْمٍ فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِي آنفا عَنْ صَلاَتِي
“Sesungguhnya
Nabi pernah shalat dengan memakai khamishah (jenis pakain tertentu) yang
bermotif/bercorak tertentu. Kemudian beliau melihat motif/coraknya dengan
sekali lihatan. Seusai shalat, beliau berkata: ‘Pergilah kalian dengan membawa
pakain ini kepada Abu Jahm, datangkan kepadaku anjubaniyah (jenis pakain
polos). Karena khamishah itu dapat melalaikanku dalam shalat.” (H.R. Al Bukhari
no. 373 dan Muslim no. 556)
B. Tempat shalat.
Hendaknya bagi orang yang shalat menyiapkan
dan membersihkan tempat shalat dari segala sesuatu yang dapat mengganggu
kekhusyu’an. Shahabat Anas bin Malik berkata: “Aisyah memiliki qiram (sejenis
klambu) yang terpasang disebelah rumahnya. Maka Rasulullah bersabda:
أَمِيْطِي عَنَّا قِرَامَكِ هَذَا فَإِنَّهُ
لاَ تَزَالُ تَصَاوِيْرُهُ تَعْرِضُ فيِ صَلاَتي
“Jauhkan
qiram (klambu)-mu dariku, karena corak/motifnya dapat mengganggu shalatku.” (Al
Bukhari no. 374)
dalam riwayat lainnya, bahwasannya Nabi pernah
masuk ke ka’bah untuk shalat di dalamnya dan melihat dua tanduk kambing kibas.
Seusai shalat, beliau berkata kepada Utsman Al Hajiby:
إِنِّي نَسِيْتُ أَنْ آمُرَكَ أَنْ تَخْمُرَ
الْقَرْنَيْنِ فَإِنَّهُ لَيْسَ يَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ فِي الْبَيْتِ شَيْءٌ
يُشْغِلُ الْمُصَلِّي
“Sesungguhnya
aku lupa menyuruhmu untuk menutup dua tanduk itu, karena tidak pantas ada
sesuatu yang menyibukkan orang shalat dalam rumah Allah ini (Ka’bah).” (HR. Abu
Dawud)
Inilah tauladan Rasulullah yang dicontohkan
kepada umatnya. Beliau sebagai manusia yang paling bertaqwa dan khusyu’
ternyata masih tergangu kekhusyu’annya dengan perkara di atas, terlebih lagi
kita.
Demikian pula hendaknya bagi orang yang
shlalat mencari tempat yang tenang. Rasulullah melarang shalat dibelakang orang
yang sedang ngobrol atau sedang tidur. Karena kedua hal tersebut bisa
memalingkan perhatian dalam shalat.
لاَ تُصَلُّوا خَلْفَ النَّائِمِ وَلاَ
الْمُتَحَدِّثِ لِأَنَّ الْمُتَحَدِّثَ يَلْهَى بِحَدِيْثِهِ، وَالنَّائِمُ قَدْ
يَبْدُو مِنْهُ مَا يَلْهَى
“Janganlah
kalian shalat di belakang orang yang sedang tidur dan orang yang sedang
berbicara, karena orang yang berbicara bisa memalingkan(mu) dengan ucapannya
dan orang yang sedang tidur terkadang menampakkan sesuatu yang bisa
memalingkan(mu) darinya.” (H.R Abu Dawud)
C.
Menghadirkan Kosentrasi.
Hendaknya bagi orang yang shalat, dalam
keadaan siap (terkosentrasi), bukan masih dalam keadaan mengantuk. Karena rasa
kantuk sangat mengganggu kosentrasi dalam shalat. Biasanya orang yang mengantuk
kurang sadar apa yang sedang dibaca, apalagi menghayati kalimat ‘per’ kalimat.
Bahkan terkadang, bisa menyebabkan lupa dari gerakan-gerakan atau bacaan-bacaan
dalam shalat. Oleh karena itu bila rasa kantuk tidak bisa dihilangkan padahal
dia dalam shalat, maka sebaiknya tidur untuk menghilangkan kantuknya, selama
waktu shalat masih longgar dan bukan didasari malas. Rasulullah bersabda:
إِذَا نَعِسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي
فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ الْنَوْمُ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى
وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ
“Apabila
salah seorang dari kalian shalat dalam keadaan mengantuk maka hendaklah dia
tidur sampai hilang rasa kantuknya, karena jika salah seorang dari kalian
shalat dalam keadaan mengantuk, dia tidak sadar (mengira) sedang beristighfar
(memohon ampunan) padahal dia sedang mencela dirinya sendiri.” (H.R Al Bukhari,
dari Aisyah)
Demikian pula shalat dalam keadaan sudah siap
dihadapannya makanan atau ia dalam keadaan menahan hadats (besar atau kecil.
Maka sebaiknya, ia menyantap makanan itu dan membuang hajatnya. Rasulullah
bersabda:
لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ هُوَ
يُدَافِعُهُ اْلأَخْبَثَانِ
“Tidak
ada shalat ketika sudah disiapkan makanan dan tidak dalam keadaan menahan dua
hadats.” (H.R. Muslim no. 560, dari shahabat Aisyah)
Al Imam An Nawawi dalam Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim menambahkan penjelasan yang sangat penting, beliau berkata: “Di dalam
hadits-hadits ini mengandung hukum makruh (dibencinya) shalat bila telah siap
dihadapannya makanan dalam keadaan ia pun ingin memakannya, karena hal itu
dapat menyibukkan hati dan menghilangkan kekhusyu’an. Demikian pula makruh
(dibencinya) shalat bila dalam keadaan menahan dua hadats. Yaitu kencing dan
buang air besar, atau sesuatu yang semakna dengan keduanya dari hal-hal yang
dapat menyibukkan hati dan menghilangkan kekhusyu’an. Pendapat ini adalah
pendapat kebanyakan madzhab Asy Syafi’i dan selainnya. Akan tetapi (dengan
syarat) waktu shalat masih longgar. Bila waktu shalat sempit, kalau dia makan
atau bersuci (membuang kedua/salah satu hajatnya lalu berwudhu’) ternyata waktu
tidak cukup (keluar dari waktu shalat), maka ia shalat walaupun keadaannya
seperti itu.”
Dari Abdullah bin Al Arqam, beliau pernah
keluar untuk haji atau umrah bersama orang banyak dan beliau sebagai imam
mereka. Ketika ditegakkan shalat -shalat shubuh- beliau berkata: “Majulah (jadi
imam) salah satu diantara kalian, lalu beliau pergi untuk buang hajatnya.”
Kemudian dia berkata: “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:
إِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يَذْهَبَ إِلَى
الْخَلاَءِ وَقَامَتِ الصَّلاَةُ فَلْيَبْدَأْ بِالْخَلاَءِ
“Apabila
salah seorang dari kalian hendak membuang hajatnya, sedangkan shalat sudah
ditegakkan maka dahulukanlah buang hajatnya.” (H.R. Abu Dawud)
Al Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul
Bari 2/128 berkata: “Sungguh benar perkataan sahabat Abu Darda’: “Termasuk kefaqihan
seseorang adalah membuag hajatnya terlebih dahulu, sehingga ia menunaikan
shalat dalam keadaan hatinya kosong (bersih) dari kesibukan-kesibukan dunia dan
segala macam yang dapat menghalangi kekhusyu’an.”
D.
Menghilangkan Aroma Yang Dapat Mengganggu Shalat.
Aroma yang kurang enak, baik dari mulut,
badan, ataupun pakain, hal ini tentunya dapat mengganggu kosentrasi orang yang
shalat, dan juga mengganggu orang yang ada disampingnya. Rasulullah melarang
orang yang habis makan bawang untuk menghadiri shalat jama’ah. Karena aroma
bawang dapat mengganggu kekhusyu’an, kecuali bila bisa dipastikan sudah hilang
aromanya. Rasulullah bersabda:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هذِهِ الشَّجَرَةِ – يَعْنِى
الثَّوْمَ- فَلاَ يُقَرِّبُنَا وَلاَ يُصَلِّي مَعَنَا
“Barang
siapa yang makan dari pohon ini -yaitu bawang putih, dalam riwayat lainnya
bawang merah/bakung- maka janganlah dekat dengan kami dan janganlah shalat
bersama kami.” (Muttafaqun ‘alaihi, dari shahabat Anas)
Insya Allah bersambung...
Referensi :
http://buletin-alilmu.net/2006/09/19/meraih-khusyu-dalam-shalat-bagian-ke-2/
0 komentar
Posting Komentar