Peranan Khusyu’ Dalam Shalat
Shalat
merupakan ibadah yang sangat agung di sisi Allah. Memang, pada dasarnya semua
ibadah itu untuk mengingat Allah. Namun, terkhusus pada ibadah shalat, Allah
menegaskan secara langsung di dalam Al Qur’an bahwa tujuan ditegakkannya shalat
adalah dalam rangka untuk mengingat-Nya. Allah berfirman (artinya): “Dan
tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (Thaha: 14)
Tujuan shalat yang agung ini mustahil akan
terwujud kecuali bila bisa menghadirkan khusyu’ dalam shalat. Khusyu’ dalam
shalat ibarat ruh dalam jasad. Jasad yang ditinggal oleh ruhnya, maka jasadnya
menjadi mati, sehingga tiada berguna lagi. Seperti itu pula shalat, bila kosong
dari kekhusyukan, maka untuk siapa gerakan ruku’ dan sujudnya? Dan apa gunanya
membaca bacaan-bacaan dalam shalat?
Shalat
pada hakekatnya juga merupakan do’a dan bermunajat kepada Allah. Rasulullah
bersabda:
اَلمُصَلِّى يُنَاجِى رَبَّه
“Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang
bermunajat kepada Rabb-Nya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Padahal Allah tidak akan menerima do’a dari hati yang lalai yaitu jauh
dari kekhusyukan. Rasulullah bersabda:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَسْتَجِيْبُ
دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan
menerima do’a dari hati yang lalai dan kosong.” (H.R. At Tirmidzi, dan dishahihkan
oleh Asy Syaikh Al Albani)
Oleh
karena itu khusyu’ sangat mempengaruhi besar kecilnya balasan bagi orang yang
shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah :
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَنْصَرِفُ مِنْ صَلاَتِهِ
وَلَمْ يُكْتَبْ لَهُ مِنْهَا إِلاَّ نِصْفُهَا إِلاَّ ثُلُثُهَا إِلاَّ رُبُعُهَا
إِلاَّ خُمُسُهَا إِلاَّ سُدُسُهَا إِلاَّ سُبُعُهَا إِلاَّ ثُمُنُها إِلاَّ
تُسُعُهَا إِلاَّ عُشُرُهَا
“Sesungguhnya bila seorang hamba telah selesai
dari shalatnya, maka tidak ditetapkan balasan dari shalatnya kecuali ada yang
mendapat setengahnya, ada yang mendapat sepertiganya, ada yang mendapat
seperempatnya, ada yang mendapat seperlimanya, ada yang mendapat seperenamnya,
ada yang mendapat sepertujuhnya, ada yang mendapat seperdelepannya, ada yang
mendapat sepersembilannya, dan ada yang mendapat seperesepuluhnya.” (H.R
Ashhabus Sunan)
Sebagian ulama salaf berkata: “Shalat itu ibarat engkau menghadiahkan
seorang wanita hamba sahaya kepada sang Raja. Bagaimana tanggapan sang Raja,
bila yang engkau hadiahkan itu ternyata tangannya lumpuh, atau sebelah matanya
buta, atau telinganya tuli, atau tangan dan kakinya buntung, atau (badannya)
sakit atau perangainya jelek ataupun (rupanya) jelek, dan bahkan sudah jadi
mayat? Maka bagaimana lagi tentang ibadah shalat, yang dijadikan hadiah dan
taqarrub (mendekatkan diri) dari seorang hamba kepada Rabb-Nya? Padahal Allah
itu baik, yang tidak menerima kecuali yang baik. Termasuk dari amalan yang
tidak baik adalah shalat yang tidak ada ruhnya. Sebagaimana tidak teranggap
pembebasan budak yang baik, jika ternyata budak itu sudah tidak ada ruhnya.”
(Madarijus Salikin 1/526)
Para
pembaca, sehingga menghadirkan khusyu’ dalam shalat itu memilki peranan sangat
penting terhadap nilai ibadah shalat. Karena pada hakekatnya tiap gerakan dan
bacaan dalam shalat menggambarkan bentuk dialog dan munajat dia kepada Rabb-Nya
Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sungguh ironis, bila
kita shalat tapi hati kita kosong/lalai dari menghayati apa yang kita gerakkan
dan ucapkan dari ruku’, sujud dan seterusnya.
Lagi
pula, sesungguhnya ibadah shalat itu bukanlah untuk Allah. Karena Allah itu
adalah Dzat Yang Maha Kaya Yang tidak butuh kepada sesuatu apapun. Rasulullah
bersabda:
يَا فُلاَنُ ! أَلاَ تُحْسِنُ صَلاَتَكَ ؟
أَلاِّ يَنْظُرُ المُصَلِّي إِذَا صَلَّى كَيْفَ يُصَلِّى ؟ فَإِنَّهَا يُصَلِّي
لِنَفْسِِهَا
“Wahai fulan, tidakkah engkau membaikkan
shalatmu? Tidakkah seseorang yang mengerjakan shalat melihat bagaimana ia
shalat? Karena sesenguhnya ia shalat itu (manfaat/pahalanya kembali) untuk
dirinya sendiri. (H.R Muslim no. 423, dari sahabat Abu Hurairah)
Insya
Allah bersambung...
Sumber:
http://buletin-alilmu.net/2006/09/19/meraih-khusyu-dalam-shalat-bagian-ke-1/
0 komentar
Posting Komentar